Sabtu, 11 Februari 2012

Rumah Gadang Tahan Gempa


              Gambar Rumah Gadang:

"Kita punya rumah gadang, rumah tahan gempa. Tapi sayang, kita sudah
meninggalkannya. " Ungkap Mak Sirul dan Mak Ulil ke Padang Today
(Minggu/05/10). Mereka adalah tukang tuo yang piawai membuat rumah
gadang dari Limopuluah Koto.

"Setelah banyak rumah roboh karena guncangan gempa, kita buru-buru
memikirkannya," tambahnya kemudian, sebelum membincangkan
alasan-alasan mengapa rumah gadang itu mereka katakan tahan gempa.


Menurut mereka, Membangun rumah gadang memang butuh keahlian khusus
dan material kayu yang banyak. Sementara, hasil hutan kita sudah tidak
bisa lagi dimanfaatkan secara maksimal lantaran regulasi yang mengatur
penebangan liar membatasi akses masyarakat yang ingin memanfaatkan
hasil hutan. Sementara itu, perluasan dan tata kota mulai meninggalkan
konsep arsitektur rumah gadang.

Rumah Gadang merupakan salah satu kearifan lokal Minangkabau yang
sudah tumbuh sejak dahulu kala semestinya tetap dihormati dan
diaplikasikan. Budaya global yang menyeragamkan konstruksi bangunan di
seluruh dunia sepatutnya tidak mengalahkan kearifan lokal tersebut.

Pada tahun 2007, jurnalis dan pemerhati budaya lokal Miskudin Taufik
menulis sebuah laporan tentang Bangunan joglo lama yang biasa
ditemukan di pulau Jawa, rumah gadang di Sumatera Barat atau rumah
bubungan tinggi yang kini masih tersisa di pulau Kalimantan,
membuktikan ketangguhan rekayasa konstruksi yang memiliki daya lentur
dan soliditas saat terjadi guncangan gempa hingga berkekuatan di atas
8 skala richter.

Warisan arsetiktur nenek moyang itulah yang kemudian diharapkan akan
dimodifikasi para insinyur untuk membuat prototip rumah tahan gempa di
Indonesia, baik yang datang dari inovasi perguruan tinggi, perusahaan
swasta maupun pakar tehnik konstruksi dari pemerintah.

Pusat Penelitian dan Pembangunan Permukiman Departemen PU misalnya,
menawarkan hasil modifikasi dengan memberi nama rumah instan sederhana
sehat (risha) dengan ajang percobaan di lahan yang porak poranda di
wilayah bekas guncangan gempa bumi di daerah Yogyakarta dan Jawa
Tengah.�Konstruksi Indonesia Karya Anak Bangsa Teknologi Rumah Tahan
Gempa�. Buku tersebut diterbitkan oleh Dep.PU Badan Pembinaan
Konstruksi dan Sumber Daya Manusia tahun 2007. Buku ini disusun oleh
Dr.Ir.Nana Rukmana D.Wirapradja, MA.

Seri buku ini dimaksudkan untuk mendokumentasikan karya teknologi
konstruksi anak bangsa yang menjelaskan tentang kemampuan mereka pada
zaman dahulu dalam membangun rumah tahan gempa dengan basis kearifan
lokal. Secara khusus, buku ini menyajikan hasil kajian teknologi lokal
bangunan rumah dalam perspektif fleksibilitasnya terhadap resiko
bencana gempa bumi. Kajian dimaksud mencakup rumah joglo di Jawa,
rumah Gadang di Sumatera Barat, Omo Hada di Nias, rumah Bubungan Limo
di Bengkulu, rumah Bubungan Tinggi di Kalimantan Selatan, rumah Lawi
di Minahasa dan rumah Honay di Papua.

Rumah-rumah adat tahan gempa itu, belum teruji ketangguhannya tetapi
dinilai layak untuk dikembangkan pasca-gempa karena proses
pembangunannya berlangsung cepat dan massal.

Modul rumah jenis itu dikaitkan kepada alasan teknis dengan mengacu
kondisi Indonesia sebagai kawasan geologi paling dinamis di dunia.

Lempengan bumi Nusantara diasumsikan selalu akan mendapat musibah
lantaran sebesar 70 persen sampai 80 persen daerah pesisir Indonesia
menghadap ke zone subduksi yang rentan gempa bumi, tanah longsor,
tsunami dan banjir, selain fakta tentang adanya 129 gunung berapi
aktif yang setiap saat bisa saja meletus.(*)

*Penulis adalah Redaktur Padang-Today.Com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar